SINGKILTERKINI.NET-KEDIRI. Di bulan Suro ini, hampir semua desa
atau kelurahan yang diyakini keberadaannya muncul berdasarkan riwayat babad
alas atau desa, mengadakan bersih desa dengan berbagai ritual bergenre tradisi.
Di Kelurahan Semampir atau dulunya disebut Desa Semampir,
sebenarnya ada 5 lokasi yang disinyalir sebagai tempat bersejarah yang
mengiringi riwayat keberadaan desa atau kelurahan tersebut, tetapi saat ini
hanya 4 saja yang diakui sebagai cikal bakal desa.
Babinsa Koramil Kota, Serka Samsuri bersama Babinkamtibmas
Aiptu Jashudi dan Kepala Kelurahan Semampir Rizky Yuda Diantika serta warga
setempat mengikuti jalannya prosesi tradisi turun temurun setiap bulan Suro di
Kelurahan Semampir (senin,16/9/2019)
Ada 4 punden yang menjadi tempat tradisi tahunan
tersebut, yaitu punden Mbah Ronggo, Mbah Donayan, Mbah Sengon dan Mbok Rondho
Kuning. Sedangkan salah satu punden yang sekarang tidak lagi dijadikan tempat
nyadran, ialah punden Mbah Putri. Konon, dulunya sosok Mbah Putri ini adalah
blasteran Belanda Tionghoa bernama Lio Juan Ho.
Keberadaan Mbah Ronggo sendiri terletak dilingkungan
RW 01, sedangkan Mbah Sengon di lingkungan RW 02, Mbah Donayan di lingkungan RW
03, dan Mbok Rondho Kuning di lingkungan RW 04. Sedangkan Mbah Putri, dulunya
terletak di lingkungan RW 05.
Menurut para sesepuh dan pini sesepuh setempat, ada 2
versi cikal bakal terbentuknya Desa Semampir atau sekarang berstatus Kelurahan
Semampir. Kebenaran cerita tersebut memang tidak ada bukti otentik yang
menguatkannya, entah tulisan bentuk prasasti kuno ataupun relief yang mengarah
pada riwayat kedua versi tersebut.
Yang pertama, desa atau kelurahan ini dulunya menjadi
tempat mampir atau persinggahan dari sosok prajurit dari Kerajaan Mataram, dan
sosok itu adalah Ronggo atau Mbah Ronggo. Mampirnya di desa tersebut, ini tidak
lepas dari perpecahan yang melanda Kerajaan Mataram. Kemudian, Mbah Ronggo
mulai mengawali daerah yang semula belum berpenduduk ini dengan membuka areal
sekitarnya atau babad desa.
Yang kedua, desa atau kelurahan ini dulunya menjadi
mampir atau persinggahan para awak kapal yang berlabuh diseputaran Sungai
Brantas. Dulunya, Sungai Brantas ini tidak sekedar menjadi lalu lintas perekonomian,
tetapi juga lalu lintas kemiliteran.
Sedikit melenceng dari riwayat Desa atau Kelurahan
Semampir, Sungai Brantas inilah patok batas dipisahkannya Kerajaan Khadiri di
era pemerintahan Airlangga, yaitu Jenggala dan Panjalu. Dulunya, Sungai Brantas
menjadi moda transportasi air yang terkoneksi dengan Sedayu dan Pacekan atau
sekarang disebut Kali Mas.
Selain itu, dalam kitab “Ling Wai Tai Ta” disebutkan “Chou
Ku Fei” yang bertarikh 1178 masehi, Sungai Brantas menjadi lalu lintas
perdagangan dan kemiliteran di masa itu. Kitab itu sendiri tidak lepas dari
ekspedisi Kubilai Khan semasa Raja Jayakatwang berkuasa.
Ritual di bulan suro yang bertepatan dengan bersih desa,
tidak hanya dilakukan tradisi nyadran saja, tetapi ada acara-acara lainnya yang
mengiringi. Umumnya, dari tahun ke tahun, kesenian jaranan menjadi prioritas
utama untuk ditampilkan, sekaligus menjadi hiburan warga setempat. (dodik)
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.