SINGKILTERKINI.NET, ACEH SINGKIL – Upaya memperkuat kelembagaan pengawas pemilu di Aceh Singkil terus menjadi sorotan penting dalam menjaga integritas demokrasi lokal. Hal itu mengemuka dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu yang digelar oleh Panwaslih Kabupaten Aceh Singkil di Hotel Langgeng Jaya, Desa Tulaan, Kecamatan Gunung Meriah, pada 2–3 Oktober 2025.
Dalam sesi materi berjudul “Strategi Kolaborasi dan Sinergisitas Program Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu”, Nyak Arief Fadhillah Syah, MH, MHT, menyampaikan bahwa pengawasan pemilu modern tidak lagi cukup dilakukan oleh satu lembaga saja, melainkan membutuhkan sinergi multiaktor antara pemerintah daerah, lembaga pengawas, media, akademisi, dan masyarakat sipil.
“Konstelasi politik di Aceh yang memiliki kekhususan, seperti partai lokal dan dinamika pasca-konflik, menuntut pengawasan yang lebih adaptif, transparan, dan berbasis kolaborasi,” jelasnya.
Menurut Nyak Arief, tantangan pengawasan pemilu ke depan meliputi intervensi politik, keterbatasan SDM, inkonsistensi regulasi, integritas penyelenggara, keterbatasan anggaran, hingga disinformasi digital. Karena itu, strategi penguatan kelembagaan harus menyentuh aspek regulasi, profesionalitas SDM, teknologi informasi, dan perlindungan kelembagaan.
Ia menilai bahwa pengawas pemilu permanen sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 menjadi landasan penting untuk membangun budaya pengawasan yang berkelanjutan. “Namun pengawas ad hoc juga harus diperkuat dari sisi pelatihan, etika, dan kapasitas teknis agar tidak mudah diintervensi,” ujarnya.
Dalam paparannya, ia juga menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas publik melalui publikasi rutin data pelanggaran dan hasil putusan etik, serta keterlibatan masyarakat sipil dalam pemantauan independen.
“Penguatan kelembagaan tidak hanya soal regulasi dan anggaran, tapi juga bagaimana membangun integritas dan sistem yang terbuka. Pengawasan yang kredibel akan melahirkan kepercayaan publik terhadap demokrasi,” terang Nyak Arief.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar dilakukan joint training antara KPU, Bawaslu, dan organisasi masyarakat sipil, serta pengembangan dashboard pelaporan digital yang bisa diakses publik secara transparan.
Nyak Arief juga menyoroti pentingnya mekanisme perlindungan hukum bagi pengawas, serta koordinasi lintas lembaga untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan mempercepat penyelesaian pelanggaran.
“Sinergi antar lembaga pengawas, aparat penegak hukum, media, dan masyarakat menjadi fondasi agar proses demokrasi di Aceh tidak hanya prosedural, tapi juga substantif,” tutupnya.
(Jamal)
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.