-->

Kenaikan Harga Cabai dan Nasib Masyarakat Miskin Aceh

REDAKSI

BELAKANGAN ini setelah hilangnya kelangkaan penyediaan minyak goreng masyarakat miskin Indonesia kembali dicemaskan oleh kenaikan harga cabai yang tidak kunjung stabil, pemberitaan ini cukup ramai di perbincangkan baik dari kalangan emak-emak hingga platpom media sosial,apalagi daerah kepulauan yang tidak memiliki tpenyediaan ladang cabai tentu berdampak sulit bila harga melunjak tinggi.

Problem kenaikan harga cabai ini merupakan bukan hal yang baru lagi terjadi di tanah Rencong, namun belum ada jalan keluar oleh pemerintah dan pengusaha untuk mengimbangi harga komoditas tersebut. Padahal komoditas cabai merupakan primadona apalagi menjelang hari raya Idul Adha mendatang.

Di sisi lain pola konsumsi masyarakat Aceh terhadap cabai sangat tinggi, dan masyarakat masih terbiasa menggunakan cabai segar dan belum terbiasa mengonsumsi cabai olahan seperti dalam bentuk bubuk. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga.

Hal ini tentu akan menjadi masalah yang cukup krusial ditengah merosotnya ekonomi masyarakat miskin jika hal tidak segera dilakukan stabilisasi harga, tentu betuh perhatian khusus oleh pemerintah dalam membimbing petani secara teknik untuk melakujan pembibitan produksi secara bersekala. Faktor kenaikan harga cabai pastinya tidak terlepas dari berbagai faktor. 

Kondisi alam seperti cuaca yang tidak baik,tingginya curah hujan yang menyebabkan terjadinya gagal panen.Ditambah lagi diberbagai wilayah tempat penanam cabai kerap terjadi insiden banjir seperti yang telah diketahui sebelumnya, sehingga berdampak terhadap hasil panen cabai kurang memadai.

Selain itu, akibat curah hujan yang tinggi tanaman cabai terserang penyakit sehingga memengaruhi produksi.Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) berdasarkan gabungan dua kota pada bulan Maret 2022 mengalami inflasi sebesar 0,66 persen month-to-month (mtm), berbanding terbalik dari posisi deflasi pada Februari lalu. (bisnis.com)

Ditambah lagi penyumbang inflasi utamanya adalah cabai merah, bahan bakar rumah tangga, emas, serta minyak goreng.Dari catatan BPS, inflasi Maret sebesar 0,66 persen ini tertinggi sejak Mei 2019. 

Menurut kelompok pengeluaran, andil terbesar terhadap inflasi Maret adalah makanan, minuman, dan tembakau yang memberikan kontribusi 0,38 persen dan inflasinya 1,47. Penyebabnya dipicu oleh komoditas cabai merah dengan andil 0,10 persen akibat keterbatasan pasokan dari faktor pergeseran cuaca (bisnis.com,2002).

Artinya, produksi cabai rawit di Aceh mencapai 1,39 juta ton pada tahun 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah itu turun 8,09 persen (121,96 ribu ton) dari tahun 2020. 

Konsumsi cabai rawit oleh sektor rumah tangga tahun 2021 adalah mencapai 528,14 ribu ton, naik sebesar 10,25 persen (49,11 ribu ton) dari tahun 2020. Konsumsi cabai rawit dari sektor rumah tangga adalah 75,72 persen dari total konsumsi cabai rawit.

Akibat dampak pada kenaikan harga cabai pastinya tidak hanya berimbas ke ruang lingkup rumah tangga. Industri-industri makanan dan rumah makan juga harus mengurangi ketersediaan cabai atau menaikkan harga makanan yang dijual ketika harga cabai melambung tinggi. Lagi-lagi yang paling terkena imbasnya adalah masyarakat miskin.

Pemerintah harus melakukan langkah-langkah taktis dan tepat untuk menstabilkan harga cabai karena komoditas ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Jangan sampai mereka terbebani dengan mahalnya harga, mengingat sekarang masih dalam kondisi pandemi tentu banyak diantara masyarakat belum memadai tataran ekonominya ditambah lagi dengan angka pengguran ditengah masyarakat Aceh, tentu ini cukup memperhatinkan.

Dari sisi lain, beberapa waktu yang lalu petani enggan menanam cabai akibat kerugian besar yang dialami petani tersebut pada awal bulan Januari yang lalu. Hal ini dikarenakan pada kala itu ketika panen raya, produksi cabai melimpah namun harga anjlok. 

Akibatnya, tidak terjadi keseimbangan antara supply dan demand. Oleh karena itu, diperlukan beberapa langkah agar harga cabai kembali stabil. 

Data saat ini adalah suatu hal yang sangat penting dalam mengambil suatu langkah atau kebijakan. Begitu pula dalam mengatasi kasus melonjaknya harga cabai di tanah rencong ini. 

Harga cabai di provinsi satu dengan provinsi lainnya berbeda. Begitu pula kondisi lahan yang terdapat di Provinsi Aceh.

Oleh karena itu, diperlukan data serta pihak yang mampu menganalisisnya sehingga pihak-pihak tertentu dengan melibatkan peran pemerintah daerah dan petani sehingga dapat fokus dengan apa yang terjadi sebenarnya di lapangan.

Peristiwa kenaikan harga termasuk cabai, sudah biasa terjadi menjelang momen-momen tertentu. Pemerintah sebaiknya mengambil langkah yang paling mudah,dengan cara memberikan bibit unggul kepada masyarakat petani dan membentuk kelompok masing-masing, pada saat pembibitan hingga panen tiap bulan dilakukan evaluasi oleh pemerintah atas pertumbuhan dan kendala pertumbuhan komoditas tersebut.

selanjutnya pemerintah dan pengusaha menampung hasil panen cabai dan mengatur sirkulasinya ke pasaran. Upaya jangka pendek yang dapat dilakukan untuk menstabilkan pasokan dan meredam kenaikan harga bisa juga dilakukan dengan menggelar operasi pasar atau pasar cabai murah.

Bila kita melihat setiap desa di Aceh memiliki dataran tanah yang berpotensi untuk hidup jenis tanam muda ini,mulai dari taman rumah hingga kaki gunung sampai pada lahan yang luas dengan cara ini masyarakat bisa menanggakal bila komoditas cabai tersebut krisis atau bisa mandiri terhadap kebutuhan sekunder tersebut.

Cabai bisa ditanam di pekarangan yang terbatas, bisa juga dengan sistem hidroponik. Jadi masyarakat bisa menanam di rumahnya masing-masing sehingga tidak terlalu terpengaruh apabila harga cabai sedang naik.

Kemudian jalannya lainya pihak pemerintah juga terus mengedukasi masyarakat untuk mengonsumsi cabai olahan, baik kering, bubuk, pasta, sambal botol atau saus, dan tidak tergantung pada cabai segar. Bahkan kalau bisa masyarakat bisa melakukan pengawetan sendiri saat cabai sedang banyak panen.

Sebab, cabai merupakan komoditas pertanian yang tidak tahan lama sehingga apabila proses pengiriman terlalu lama dikhawatirkan akan diterima oleh konsumen dalam keadaan membusuk.

Oleh karena itu, diperlukan peran pihak-pihak tertentu sehingga cabai pascapanen memiliki ruang simpan yang baik dan bekerja sama dengan pihak pengiriman agar cabai tetap dalam kondisi segar ketika sampai di konsumen.

Para petani cabai harus memperbaiki sistem budi daya dengan memanfaatkan teknologi secara optimal agar produktivitas meningkat. Petani sebaiknya menerapkan inovasi rain shelter untuk melakukan tanam pada bulan off season yang bisa menjadi solusi budi daya cabai di tengah tingginya curah hujan.

Selanjutnya dengan memanfaatkan peran e-commerce para petani mampu dalam memotong mata rantai distribusi cabai. Adanya peran teknologi memudahkan penjual untuk bertemu dengan pembeli dan hanya memerlukan waktu yang singkat.Selamat Mencoba.

Penulis:  Nendisyah Putra (Guru Bahasa Indonesia SMP N 2 Pulau Banyak Barat)
Komentar Anda

Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.

Berita Terkini