BANDA ACEH- Pada 25 Maret 2017 sekira pukul 20.00 WIB, diperoleh informasi tentang adanya surat dari Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia yang ditanda tangani oleh Dirjen Otonomi Daerah (OTDA), Soni Soemarsono yang di tujukan kepada Gubernur Aceh perihal, Penjelasan Pelaksanaan Mutasi Jabatan di Lingkungan Pemerintah Aceh.
Surat tersebut dikeluarkan oleh Kemendagri dikarwnakan adanya surat pengaduan dari para Pejabat Pemerintah Aceh tertanggal 12 Maret 2017, Perihal Pengaduan Pelanggaran yang telah dilakukan oleh Gubernur Aceh terkait dengan Pelantikan Pejabat eselon II Pemerintah Aceh.
Dalam surat pengaduan yang di sampaikan oleh para Pejabat Pemerintah Aceh tersebut menjelaskan tentang informasi, bahwa telah dilakukan pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh pada 10 Maret 2017 tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan tertulis dari Kementrian Dalam Negeri.
Guna menindak lanjuti surat pengaduan dari para pejabat pemerintah Aceh, telah di laksanakan pertemuan untuk membahas permasalahan dimaksud.
Pertemuan tersebut pada awalnya dilaksanakan, pada 14 Maret 2017 antara Kemendagri, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Komisi ASN, pada 23 Maret 2017 antara Kemendagri, Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan Komisi ASN dan BKN dan pada 4 Maret 2017 antara Kementrian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Dalam ketentuan Pasal 71 ayat (2) UU No 10 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No 1 tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU.
Yang menegaskan bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur , Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 ( enam ) bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Dalam ketentuan pasal 108 ayat (3) UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara juga ditegaskan bahwa, Pengisian Jabatan Pimpinan tinggi pertama dilakukan secara terbuka dan kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, rekam jejak jabatan dan integritas serta persyaratan jabatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, didalam ketentuan pasal 119 UU No 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh menegaskan bahwa, pengangkatan dan pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam Jabatan eselon II pada Pemerintah Aceh di tetapkan oleh Gubernur.
Dalam UU di maksud tidak di atur persyaratan dan prosedur pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan eselon II dimaksud sebagai Lex Spesialis, sehingga berlaku peraturan Perundang undangan Nasional sebagai Lex Generalis. Selanjutnya, dalam pasal 118 UU No 11 thn 2006 tentang Pemerintah Aceh menegaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil di Aceh merupakan satu kesatuan manajemen PNS secara Nasional dengan demikian maka manajemen kepegawaian dalam Pemerintahan Aceh harus mengikuti manajemen nasional.
Dan berkaitan dengan permohonan untuk mendapatkan persetujuan tertulis Mendagri guna melakukan mutasi pejabat struktural di lingkungan Pemerintah Aceh melalui surat No 061/2169 tanggal 13 Februari 2017, Hal Mohon Persetujuan sampai saat ini Mendagri belum memberikan persetujuan tertulis terhadap permohonan di maksud.
Oleh karena itu pelantikan pejabat struktural pada satuan kerja perangkat Aceh pada tanggal 10 Maret 2017 berdasarkan keputusan Gubernur Aceh No PEG 821 22/004/2017 tanggal 10 Maret 2017 ttg pengangkatan dalam jabatan Pimpinan Tinggi Pratama ( eselon II ) di lingkungan Pemerintah Aceh, melanggar ketentuan peraturan perundang undangan.
Sehubungan hal tersebut, di minta kepada Gubernur Aceh agar tidak menugaskan/mengaktifkan pejabat struktural yang di lantik berdasarkan Keputusan Gubernur Aceh No PEG 821 22/004/2017 tanggal 10 Maret 2017 tentang pengangkatan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama ( Eselon II ) di Lingkungan Pemerintah Aceh untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan, karena melanggar ketentuan perarturan perundang undangan.
Selanjutnya, meninjau kembali keputusan Gubernur Aceh No PEG 821 22/004/2017 tanggal 10 Maret 2017 tentang Pengangkatan Jabatan Pimpinan tinggi Pratama ( eselon II ) di lingkungan Pemerintah Aceh untuk menyesuaikan dengan ketentuan perarturan perundang undangan.
Terhadap Permintaan Persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri dapat baru dapt diberikan setelah menindaklanjuti butiran 6 ( enam ) tersebut di atas dengan ketentuan yaitu, Mutasi dalam jabatan struktural tidak mengakibatkan adanya pejabat struktural yg kehilangan jabatan ( Non job ) dan tidak mengakibatkan penurunan eselon ( demosi ) begitu juga dengan Promosi dalam Jabatan pimpinan tinggi Pratama dilaksanakan melalui proses seleksi terbuka dan telah memperoleh rekomendasi KASN sesuai dengan ketentuan perarturan perundang undangan.[**]
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.