Oleh: Jamaluddin
Pagi itu, saya duduk di Warung Kopi Dua Jalur, sebuah warung sederhana yang berdiri di area Cipta Jaya Doorsmer, Desa Lae Butar, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil.
Tempat ini bukan sekadar lokasi ngopi. Ia menjadi ruang temu lintas kisah—dari petani, sopir, buruh, hingga mereka yang pernah mengabdi puluhan tahun sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Kisah Pertama: Pensiun yang Dipanen dengan Senyuman
Seorang pria paruh baya turun dari Toyota Rush berwarna gelap. Peci hitam bertengger di kepalanya, kaus berkerah membungkus tubuh tegapnya. Langkahnya santai, senyumnya ramah.
Ia duduk dan memesan, “Kopi Indocafe Copacino panas satu, ya.” Suaranya tegas, tapi bersahabat.
Tak butuh waktu lama, obrolan ringan pun mengalir. Tentang harga sawit, masa muda, dan... pensiun.
Lalu ia berkata dengan tenang: “Nak, ada PNS yang sukses saat pensiun. Ada juga yang berat hidupnya setelah pensiun. Semua tergantung cara kita menyiapkannya sejak muda.”
Ternyata, beliau adalah seorang guru pensiunan. Namun, masa pensiunnya bukan masa istirahat total. Justru menjadi masa panen dari kerja kerasnya dulu.
Kini ia mengelola 25 hektare kebun sawit, dengan panen rutin tiga kali sebulan. Keenam anaknya juga telah menyusul jejaknya, menjadi ASN.
Ia juga bercerita tentang pertemuannya dengan almarhum Bupati Aceh Singkil, H. Makmur Syahputra, yang sempat menyinggung pentingnya persiapan pensiun—baik secara ekonomi, mental, maupun sosial.
Di tengah cerita, ponselnya berdering. “Ayah, belikan susu cucu yang Primagro,” ujar suara kecil dari seberang.
“Iya,” jawabnya singkat, lalu kembali menyeruput kopinya.
Beberapa menit berselang, ia tampak lupa merek susu tadi, dan menelepon kembali anaknya.
Sambil tersenyum kecil, ia berkata:
“Namanya kok cepat lupa ya.”
Sebelum beranjak pergi, ia bertanya: “Berapa kopi ini?”
“Lima ribu, Pak,” jawab pemilik warung.
Ia mengeluarkan uang sepuluh ribu dan berkata: “Ini uangnya. Sisanya kasih buat anakmu yang paling kecil, ya.”
Sosok itu berlalu, meninggalkan warung... dan meninggalkan pelajaran besar.
Kisah Kedua: Terlambat Bersiap, Berat Menjalani
Namun, tak semua kisah seindah itu. Di sisi lain, ada ASN yang menyambut masa pensiun dengan keresahan.
Tanpa usaha sampingan, tanpa aset produktif, dan harus bertahan dari gaji anak-anak yang juga masih merintis kehidupan.
Sebagian lainnya bahkan menghadapi nasib lebih berat—tersandung kasus hukum menjelang masa pensiun karena satu kesalahan fatal saat memegang jabatan.
Jeruji besi menutup masa pengabdiannya. Padahal, tak ada yang menyangka akhir cerita bisa sekelam itu.
Ini bukan untuk menghakimi. Tapi untuk mengingatkan: Persiapan pensiun tak cukup hanya dengan masa kerja panjang. Ia butuh kesadaran sejak dini.
Catatan untuk ASN Aktif: Mari Bersiap dari Sekarang
Bagi para ASN yang masih aktif hari ini, belajarlah dari dua kisah di atas:
- Jangan terlena dengan fasilitas.
- Bangun aset yang bisa menopang hidup setelah pensiun.
- Jaga integritas selama masa tugas.
- Didik anak-anak dalam nilai pengabdian, bukan kemewahan.
Karena pensiun adalah keniscayaan. Siapa yang menyiapkan diri sejak awal, akan menyambutnya dengan tenang.
Tapi yang menunda, bisa jadi terlambat.
Penulis adalah Pimpinan Redaksi Singkil Terkini
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.