-->

Benarkah Putusan MA No. 31 P/HUM/2022 Menghentikan Program Vaksinasi Covid-19 dan Menyatakan Pandemi Covid-19 Berakhir?

REDAKSI

SEBAGAIMANA diketahui, MA hanya memeriksa dan mengadili perkara permohonan keberatan hak uji materiil terhadap Pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2020 Tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 227) terhadap UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 

Pada tahun 2020 Pemerintah menerbitkan PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 99 TAHUN 2O2O mengatur TENTANG PENGADAAN VAKSIN DAN PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID- 19). 

Pasal 2 Perpres a quo berbunyi: 
(1) Pemerintah menetapkan jenis dan jumlah Vaksin COVID-19 yang diperlukan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID- 19. 

(2) Pelaksanaan penetapan jenis dan jumlah Vaksin COVID-19, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan Komite Penanganan Corona Virus Disease2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional. 

(3) Dalam rangka penetapan jenis Vaksin COVID-19, sebagaimana dimaksud pada ayat (21), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan memberikan persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorizational) atau lzin Edar . 

(4) Pengadaan untuk Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk Tahun 2O2O, Tahun 2021, dan Tahun 2022. 

(5) Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional berdasarkan usulan Menteri Kesehatan dapat memperpanjang waktu pengadaan Vaksin COVID-19 dan pelaksanaan Vaksinasi COVID-l9 sebagaimana dimaksud pada ayat (4). 

(6) Dalam hal Vaksin COVID-19 sebagaimana dimaksud padaayat (1) telah dapat diproduksi dan tersedia di dalam negeri, Pemerintah mengutamakan pengadaan Vaksin COVID-19 dari dalam negeri. 

Pasal 2 inilah yang dimohonkan untuk diuji oleh MA terhadap UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Setelah melalui persidangan yang bersifat pertama dan terakhir, MA menerbitkan Putusan No. 31 P/HUM/2022 yang memuat amar putusan sebagai berikut: 

MENGADILI, 
1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Pemohon: YAYASAN KONSUMEN MUSLIM INDONESIA (YKMI) tersebut; 

2. Menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sepanjang tidak dimaknai: 

"Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia"; 

3. Menyatakan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: 

"Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Vaksinasi COVID-19 di wilayah Indonesia"; 

4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Sekretariat Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara; 

5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); 

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis, tanggal 14 April 2022, oleh Prof. Dr. H. Supandi, S.H., M.Hum., Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., M.H., dan Is Sudaryono. S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota Majelis. 

Jadi terhadap Broadcast WA yang beredar yang berbunyi: 
"Pengumuman Penting" 
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 31 P/HUM/2022 (sebanyak 115 Halaman), yang telah membatalkan Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 99 Tahun 2020, maka disimpulkan bahwa: 

1. Pandemi Covid-19 dinyatakan telah berakhir;
2. Negara Dilarang melakukan Pemaksaan Vaksin;
3. Pemerintah Wajib Menyediakan Vaksin Halal & Thoyyib yang mendapatkan Sertifikasi Halal & Label Halal MUI;
4. Aktivitas Ibadah, Sekolah, Transportasi, dan Usaha tidak boleh dibatasi dan berjalan secara normal seperti sediakala; 

Berdasarkan Protokol Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) bahwa Aplikasi Peduli Lindungi melanggar HAM dan tidak boleh dipergunakan lagi.", TIDAK DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN SECARA HUKUM secara keseluruhan. 

Artinya, pemerintah tetap dapat melaksanakan vaksinasi dengan syarat MENJAMIN KEHALALAN VAKSIN khususnya bagi UMAT ISLAM. Jaminan itu tentu saja berupa SERTIFIKAT HALAL yang dikeluarkan oleh BPJPH Kementerian Agama yang bekerja sama dengan MUI sesuai dengan amanat Undang – undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. 

Hal tersebut di atas juga didasarkan atas pertimbangan MA terhadap keadaan objektif yang ada, dihubungkan dengan realita sosial yang terjadi di masyarakat dalam kaitannya dengan Pelaksanaan vaksinasi di wilayah Indonesia, dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut: 

1. Bahwa Pemerintah tidak boleh melakukan tindakan, membuat kebijakan maupun mengeluarkan aturan yang tanpa batasan/tak terbatas, dalam kaitannya dengan pelaksanaan Vaksinasi Covid 19 di wilayah Indonesia

- dengan alasan darurat wabah pandemi Covid-19, maupun dengan alasan prinsip/doktrin Salus Populi Suprema Lex Esto–(Keselamatan Rakyat adalah Hukum Tertinggi), kecuali adanya jaminan penghormatan dan perlindungan dari pemerintah terhadap umat beragama untuk menjalankan agama dan keyakinannya; 

2. Bahwa Pemerintah dalam melakukan program vaksinasi Covid-19 di wilayah Negara Republik Indonesia, tidak serta merta dapat memaksakan kehendaknya kepada warga negara untuk divaksinasi dengan alasan apapun dan tanpa syarat, KECUALI adanya perlindungan dan jaminan atas kehalalan jenis Vaksin COVID-19 yang ditetapkan, khususnya terhadap umat Islam. 

Berdasarkan pertimbangan MA ini, maka sekali lagi dapat dinyatakan bahwa pemerintah tidak boleh memaksakan vaksinasi kepada warga masyarakat KECUALI ada JAMINAN HALAL atas vaksin yang akan disuntikkan kepada warga masyarakat, khususnya umat Islam. 

Kemudian perlu juga ditegaskan bahwa atas dasar pertimbangan dan amar putusan MA No. 31 P/HUM/2022 tidak berarti diputuskan bahwa Pandemi Covid-19 di Indonesia telah berakhir dan juga tidak berarti bahwa aktivitas ibadah, sekolah, transportasi, dan usaha tidak boleh dibatasi dan berjalan secara normal seperti sediakala; 

Adapun terhadap vaksin yang sudah diberikan misalnya Vaksin AstraZeneca telah dinyatakan haram oleh Komisi Fatwa Majelis Utama Indonesia (MUI), sebab mengandung unsur babi dalam pembuatannya. Namun, MUI tetap memberikan lampu hijau penggunaan AstraZeneca, mengingat vaksin dinilai merupakan salah satu upaya mengendalikan pandemi virus corona (SARS-CoV-2) di Indonesia. 

Pada Jumat, 19 Maret 2021, MUI keluarkan Fatwa No. 14 tahun 2021 yang menyatakan hukum penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca pada saat ini adalah dibolehkan (mubah) sepanjang dipenuhi kedaruratan sebagaimana disebutkan dalam alasan diperbolehkannya dalam Fatwa MUI tersebut. 

Apakah fatwa MUI ini tetap dapat memoderasi pertimbangan dan amar Putusan MA yang mengharuskan vaksin terjamin kehalalannya? Ataukah Putusan MA dapat menganulir Fatwa MUI yang membolehkan penggunaan vaksin meskipun dinilai mengandung unsur babi? 

Jika dinilai secara hukum nasional, tentu Putusan MA lebih kuat untuk dijadikan dasar penentuan kebijakan sehingga Pemerintah wajib mematuhinya. Jika ingin tetap melaksanakan program vaksinasi maka harus ada jaminan bahwa vaksin yang akan disuntikkan harus HALAL. Jika tidak ada jaminan itu berarti umat Islam boleh menolaknya. 

Penulis: Prof. DR. Pierre Suteki, MH (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro)
Komentar Anda

Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.

Berita Terkini