SINGKILTERKINI.NET-KEDIRI. Petilasan yang terletak di Desa
Doko, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, menjadi sorotan khusus sepanjang
bulan Suro ini.
Sorotan itu tidak lepas dari jejak dan historis
petilasan yang diyakini warga setempat memiliki korelasi dengan sang penguasa
di era keemasan Kerajaan Khadiri, Raja Sri Aji Jayabaya.
Untuk menggali lebih dalam, jejak dan historis yang
masih bisa ditelusuri, Babinsa Koramil Gampengrejo, Serka Jaenuri merangkumnya
dari beberapa nara sumber yang kredibel (minggu,8/9/2019).
Penggalian jejak dan historis ini dilakukan untuk
mengetahui secara jelas gambaran dari keberadaan petilasan tersebut, sekaligus
ikut melestarikan tradisi, dan budaya yang ada di Kabupaten Kediri.
Petilasan ini sebenarnya bukan tempat pemakaman,
melainkan tempat pamoksan atau lokasi terakhir dari sosok Prabu Anom atau nama
lainnya Pangeran Pati. Prabu Anom inilah yang menghadang berbagai pagebluk yang
datang, dan ia sendiri berstatus putra dari Raja Sri Aji Jayabaya.
Sedangkan nama Desa Doko, tidak lepas dari sosok Ki
Ageng Doko atau Ki Ageng Tunggul Wulung. Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya,
Ki Ageng Doko mendapat tugas menjaga kestabilan keamanan disebelah timur Sungai
Brantas, sekaligus babat alas di selatan Kerajaan Khadiri.
Tugas itu dibebankan kepada Ki Ageng Doko, setelah ia
bersama Ki Ageng Doho atau Ki Ageng Buto Locoyo bertemu Raja Sri Aji Jayabaya
di Gunung Tunggorono. Dari pertemuan tersebut, Ki Ageng Doho juga mendapat
tugas menjaga kondusifitas keamanan disebelah barat Sungai Brantas.
Selain menjaga keamanan Kerajaan Khadiri, Ki Ageng
Doko dan Ki Ageng Doho bekerjasama dengan bidang pemerintahan Ki Ageng Kendil,
bidang pertahanan atau militer Ki Ageng Iromantri, serta bidang pengaturan
kerajaan atau kalau jaman sekarang Sekretaris Kabinet Raden Ajeng Rengganit.
Tidak hanya bekerjasama dengan para pejabat tinggi
Kerajaan Khadiri saja, Ki Ageng Doko dan Ki Ageng Doho ditugaskan untuk menjaga
Prabu Anom saat bertapa di Goa Selobale, Gunung Klotok.
Kembali ke historis Desa Doko, ditempat babat alas
yang dilakukan Ki Ageng Doko, berubah menjadi areal pertanian, dan lambat laun
ditempati orang, yang ujung-ujungnya menjadi pemukiman warga.
Secara rutin, tiap bulan Suro, diadakan berbagai
tradisi mengiringi kirab tersebut, dari kesenian hingga ritual budaya dilokasi
petilasan Prabu Anom.
Sesuai rencana, puncak tradisi tersebut diadakan pada
tanggal 12 September mendatang atau hari kamis kliwon, dan dari tahun ke tahun,
dipadati warga setempat maupun sekitarnya untuk menyaksikan berbagai rangkaian
kegiatan yang sudah disiapkan oleh pihak panitia setempat. (dodik)
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.