SINGKILTERKINI.COM-KEDIRI. Salah satu kelurahan yang masuk
wilayah Kecamatan Kota di Kediri, bisa dikatakan cukup unik, lantaran warganya
sangat beragam, baik latarbelakang etnis maupun agama. Keberagaman itu sesaat
terlihat ada perbedaan, namun bila kita berada ditengah-tengah mereka, justru
sebaliknya, persamaan yang dilihat, dan kita dengar.
Kelurahan Pakelan, letaknya berdampingan dengan Sungai
Brantas, dan berdasarkan geografis, keberadaannya tepat ditengah Kota Kediri.
Tepat di malam peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74 (sabtu,17/8/2019),
berbagai elemen masyarakat berkumpul di balai Kelurahan Pakelan.
Dari Ketua RT, Ketua RW, Ketua LPMK, Ketua PKK, Ketua Karang
Taruna hingga pegawai Kelurahan, berkumpul dalam satu ruangan. Ada gambaran “Bhinneka
Tunggal Ika” dalam ruangan tersebut, dan gambaran itu sangat terasa, ketika
lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan secara bersama-sama.
Dikatakan Kepala Kelurahan Pakelan, Subadi Waluyo,
warga Pakelan boleh dibilang sangat majemuk. Kendati majemuk, tak pernah
satupun kejadian atau peristiwa yang berlatarbelakang etnis ataupun agama di
kelurahan ini.
Bahkan, Kelurahan Pakelan bisa dikatakan nyaris
sempurna, dalam artian tempat ibadahnya. Di kelurahan ini, ada Masjid, Gereja,
Kelenteng, dan Vihara, hanya Pura yang tidak ada.
Tetapi, untuk latarbelakang agama, warga Pakelan
benar-benar lengkap, dari yang beragama Islam, Kristen Protestan, Kristen
Katolik, Budha, Hindu, Tao, Konghuchu, dan Kepercayaan, semua ada di kelurahan
ini.
Subadi Waluyo memastikan, kelurahan yang dipimpinnya
sangat solid, karena dalam kehidupan sosial masyarakat benar-benar
menggambarkan “Indonesia bagian terkecil”. Kehidupan toleransi antar umat
beragama benar-benar sangat terasa disaat Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha,
Natal, Paskah maupun hari-hari besar keagamaan lainnya.
Sementara itu, Babinkamtibmas Pakelan, Aipda Beny
Prasetyo “merefresh” kembali warga Pakelan atas kejadian atau peristiwa 74
tahun yang lalu, tepatnya saat malam menjelang dikumandangkannya Proklamasi.
Tokoh central Proklamasi, Soekarno dan Hatta,
diceritakan kembali, sekaligus mengingatkan warga Pakelan untuk memahami
sejarah emas yang saat ini tercatat sebagai Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia.
Selain itu, ia mengupas satu persatu isi pidato
Presiden RI pertama, Soekarno, pada saat Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
ke-8 atau tepatnya tahun 1953. Sebelumnya, isi Proklamasi diperdengarkan kepada
warga Pakelan, dan mengingat kembali sejarah yang terjadi pada 74 tahun yang
lalu.
Berbeda dengan Babinsa Pakelan, Serda Abu Nur Arifin,
satu persatu dikupasnya filosofi-filosofi yang ada dalam berbagai jenis lomba
dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Filosofi itu, sangat erat kaitannya dengan kondisi
masa lalu, dari lomba lari kelerang, balap karung, makan kerupuk, tarik tambang
hingga balap bakiak atau klompen.
Disamping itu, ia juga menjelaskan makna atau arti
dari umbul-umbul hingga lomba-lomba yang idealnya dilaksanakan sebelum tanggal
17 Agustus. Demikian juga dengan “Malam Tirakatan” menjelang tanggal 17 atau
dilaksanakan tanggal 16 malam, harus diadakan secara rutin dari tahun ke tahun,
sebagai wujud syukur atas kemerdekaan yang diraih bangsa ini.
Puncak Malam Tirakatan diakhiri dengan pemotongan
tumpeng yang dilakukan Kepala Kelurahan Pakelan bersama Babinsa, dan Babinkamtibmas
kepada Ketua RW, Ketua PKK serta Ketua Karang Taruna. (dodik)
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.