SINGKILTERKINI.COM-KEDIRI. Kawasan hutan seluas sekitar 3
hektar yang terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Kandangan, menyimpan
teka-teki yang hingga kini belum terpecahkan. Bukti-bukti otentik berupa
bebatuan mirip bagian dari suatu bangunan kuno, dan pecahan batu bata berukuran
besar, ditemukan dibeberapa tempat di kawasan hutan tersebut.
Hutan Pawon Sewu, itulah sebutan dari warga setempat.
Sebutan itu tidak lepas dari cerita turun temurun yang menyatakan kawasan itu
dulunya pernah dijadikan tempat berkumpulnya para bangsawan.
Terkait penelusuran dikawasan Pawon Sewu, (kamis,25/7/2019)
Danramil Kandangan, Kapten Chb Mulyono menjelaskan,”Kita ingin mengangkat apa
yang pernah dilakukan nenek moyang kita, khususnya di Kediri ini. Yang kita
angkat hanya sisi budaya yang terhubung dengan sejarah.”
Sejarah yang dimaksud, adalah sejarah ringkasnya saja,
sedangkan detailnya, masuk ranah BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya). Dikarenakan,
penelusuran tersebut hanya untuk membuktikan, kalau situs-situs itu benar
adanya peninggalan jaman dulu.
“Sekarang ini, banyak yang lupa, atau pura-pura lupa,
atau memang benar-benar dilupakan, budaya yang pernah diwujudkan nenek moyang
kita. Warisan nenek moyang kita itu budaya, bisa wujud tarian, tradisi,
benda-benda, atau tulisan. Kita harus pertahankan budaya itu, karena budaya itu
bagian dari sejarah kita.” Pungkasnya.
Pada dasarnya, ia terbuka kepada siapa saja, tetapi
kebetulan dari rekan-rekan Damar Panuluh saat ini sangat mendukung, khususnya
saat melakukan penelusuran. Selain itu, Damar Panuluh Nusantara juga memiliki
“track record” menemukan benda-benda purbakala yang belum terekspose secara
luas.
Menanggapi penelusuran tempat-tempat yang diduga
berstatus peninggalan jaman dulu, Rianto, salah satu tim Damar Panuluh
Nusantara mengatakan,”Kalau kita dari Damar Panuluh, lebih konsen untuk menjaga
situs-situs kuno. Kita pelihara, kita bersihkan sampai nampak wujudnya.”
Problem sumber daya manusia, diakuinya sangat minim,
tapi semua itu tetap dilakukan secara maksimal. Apa yang dilakukannya selama
ini, dasarnya kesadaran, tanpa kesadaran tidak ada spirit.
“Bagi kita, situs-situs itu bagian dari identitas
kita, dari leluhur kita. Ini tidak ada hubungannya dengan spiritual, tapi
budaya. Dari wujud situs-situs itu, kita tahu seberapa jauh para leluhur kita
membangun arsitektur dengan kondisi peralatan, dan perlengkapan dimasa itu,”
sambungnya.
Bila dipahami, dan dicermati, sangat luar biasa apa
yang sudah dilakukan leluhur kita dimasa lalu. Pada masa itu, teknologi yang
kita lihat saat ini, belum ada, tapi hasil arsitektur para leluhur kita, sangat
luar biasa.
Tim ekspedisi gabungan, dijelaskan Haryono, yang juga
bagian dari tim dari Damar Panuluh Nusantara, secara teknis 100% inisiatif,
atau Ide bersama untuk membentuk tim ekspedisi gabungan, saat ketemuan di
tempat pemancingan yang ada di Papar, tepatnya bulan Februari 2019 lalu. Tapi,
karena belum ada support dari berbagai pihak, baru bulan Juni lalu mulai jalan.
“Kita sebenarnya waktu itu awal-awalnya tidak membahas
ekspedisi ini itu, tapi setelah bincang-bincang cukup lama, arahnya baru
kesana. Waktu itu, kita berlima, ada kesepakatan kalau support tercukupi, baru
kita jalan,” kata Haryono
Tim ekspedisi ini, menurutnya hanya sebatas
mengeksplorasi potensi saja, tidak sampai jauh masuk ranah sejarah berdasarkan
arkeologi, tetapi lebih mengutamakan bukti benar adanya peradaban pada masa
lalu dilokasi itu.
“Ekspedisi ini bisa dilakukan, karena ada kerjasama
dari berbagai pihak. Tanpa kerjasama, sulit dilakukan, karena semua itu butuh
skill, dan kompetensi. Tanpa keduanya, pasti berjalan timpang,” jelasnya.
(dodik)
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.