SINGKILTERKINI.NET, ACEH SINGKIL – Fraksi Gerakan Pembangunan Berkarya (GPB) DPRK Aceh Singkil menyoroti berbagai persoalan dalam pengelolaan anggaran daerah tahun 2024 yang dinilai belum maksimal. Hal itu disampaikan dalam pendapat akhir fraksi terhadap Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBK Aceh Singkil Tahun Anggaran 2024, pada rapat paripurna yang digelar Selasa, 30 Juli 2025.
Ketua Fraksi GPB, Riski Ardiyansyah, dalam penyampaiannya mengungkapkan bahwa realisasi pendapatan daerah mencapai Rp855,3 miliar lebih, sementara belanja daerah menyentuh angka Rp877,4 miliar lebih. Namun, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) sebesar Rp31,6 miliar, yang dipertanyakan perencanaannya pada APBK induk atau perubahan tahun 2025.
Fraksi GPB juga menyoroti lemahnya pengelolaan aset daerah. Masih banyak aset yang dikuasai secara fisik oleh pemerintah namun belum tercatat secara administratif, dan sebaliknya. Hal ini disebut merugikan potensi pendapatan daerah, seperti dari retribusi pasar tradisional di sebelas kecamatan dan aset ruko Baitul Mal.
Sorotan juga diarahkan pada program bantuan koperasi. Fraksi GPB meminta Bupati agar memerintahkan Inspektorat mengaudit pengelolaan BUMDes di 116 desa, yang dinilai tidak jelas pengelolaannya, termasuk di Kecamatan Gunung Meriah, sebelum mengucurkan dana ke Koperasi Merah Putih.
Dalam hal penerimaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), Fraksi GPB mendorong agar formasi tersisa diberikan prioritas kepada peserta kategori R3 yang sudah terdaftar lama dalam database BKN dan belum lulus pada seleksi sebelumnya.
Fraksi GPB juga mengkritisi lemahnya ketegasan Pemkab terhadap maraknya peredaran miras, narkoba, judi online, dan tempat hiburan yang bertentangan dengan syariat Islam. Bahkan, miras jenis tuak dilaporkan diperjualbelikan di sekitar masjid, namun aparat terkesan tutup mata.
Sikap tegas juga diminta Fraksi GPB terkait perusahaan perkebunan yang mengajukan perpanjangan HGU. Fraksi meminta Bupati tidak memberikan rekomendasi jika perusahaan belum merealisasikan kebun plasma minimal 20 persen, sebagaimana diatur dalam SE Menteri ATR/BPN Nomor 11/SE-HK.02.02/VIII/2020.
Selain itu, Fraksi GPB menyoroti lambannya penetapan pejabat definitif di sejumlah SKPK. Saat ini beberapa kepala dinas masih dijabat oleh pelaksana harian (Plh), bahkan ada satu orang yang menangani dua instansi, yang dianggap bisa mengganggu jalannya program pemerintahan.
Berdasarkan temuan BPK RI, Fraksi GPB juga menyoroti belum tersalurkannya barang bantuan oleh Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UKM kepada masyarakat. Mereka menyarankan agar kepala dinas dimaksud diganti, karena keterlambatan tersebut telah merugikan masyarakat.
Kinerja pelayanan medis RSUD Aceh Singkil pun tak luput dari kritik. Fraksi GPB menyebutkan bahwa pelayanan rumah sakit daerah kian menurun. Evaluasi mendalam dinilai perlu dilakukan, baik terhadap tenaga medis maupun terhadap sarana dan prasarana yang ada.
Hal krusial lainnya, Fraksi GPB mengungkapkan bahwa dana hibah yang telah disetujui bersama dalam APBK 2025 tidak bisa dicairkan. Mereka mendesak Pemkab memberikan penjelasan resmi agar tidak memunculkan asumsi negatif, mengingat anggaran hibah telah termuat dalam DPA melalui aplikasi SIPD.
Fraksi GPB menegaskan bahwa seluruh catatan tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap pemerintah daerah agar mampu mewujudkan tata kelola keuangan yang efektif, akuntabel, dan transparan. Mereka berharap agar Pemkab Aceh Singkil tidak abai terhadap poin-poin penting yang telah disampaikan.
Di akhir penyampaiannya, Fraksi GPB menyatakan menerima dan menyetujui Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBK Tahun Anggaran 2024 untuk ditetapkan menjadi Qanun Kabupaten Aceh Singkil. (Jamal)
Terimakasih Atas Kunjungannya, Silahkan berkomentar dengan bijak, Komentar Spam dan/atau berisi link aktif tidak akan ditampilkan. Terimakasih.